NAMA : HASAN MAQMUN
NPM : 13111261
KELAS : 3KA42
PENDAHULUAN
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah
pemilihan umum pertama di Indonsia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini
sering dikatakan sebagi pemilu Indonesia yang
paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan
negara masih kurang kondusif, beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII
(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pemimpin Kartosuwiryo. Dalam
keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.
Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu
akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu
ini bertujuan untuk memilih anggota- anggota MPR dan Konstituante. Jumlah kursi
MPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520
(dua kali lipat kursi MPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat
pemerintah.
Pemilu
ini dipersiapkan dibawah pemerintah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun,
Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala
pemerintah telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harapan.
Pada tanggal 7 September 2012, Komisi
Pemilihan Umum mengumumkan daftar 46 partai politik yang telah mendaftarkan
diri untuk mengikuti Pemilu 2014, dimana beberapa partai diantaranya merupakan
partai politik yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun baru mengganti
namanya. 9 partai lainnya merupakan peserta pemilu 2009 yang berhasil
mendapatkan kursi di DPR periode 2009-2014. Pada tanggal 10 September 2012, KPU
meloloskan 34 partai yang memenuhi syarat pendaftaran minimal 17 buah dokumen.
Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2012, KPU mengumumkan 16 partai yang lolos
verivikasi administrasi dan akan menjalani verivikasi faktual. Pada
perkembangannya, sesuai dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum,
verivikasi faktual juga dilakukan terhadap 18 partai yang tidak lolos
verivikasi administrasi. Hasil dari verivikasi faktual ini ditetapkan pada
tanggal 8 Januari 2013, dimana KPU mengumumkan 10 partai sebagai peserta Pemilu
2014.
2.
Tujuan.
Tujuan dari pemilu itu
sendiri adalah untuk memilih wakil – wakil yang dapat menduduki atau menjabat
di kursi DPR, DPRD I, maupun DPRD II. Pemilihan umum bagi suatu negara
demokrasi sangat penting, artinya untuk menyalurkan kehendak politiknya, antara
lain sebagai berikut :
1.
Untuk mendukung atau mengubah personel
dalam lembaga legislatif.
2.
Adanya dukungan mayoritas rakyat dalam
menentukan pemegang kekuasaan eksekutif dalam jangka waktu tertentu.
3.
Rakyat (melalui perwakilan) secara
periodik dapat mengoreksi atau mengawasi eksekutif.
3.
Rumusan Masalah.
·
Gambaran umum mengenai calon anggota
dewan legislatif untuk wilayah kota Bekasi.
·
Visi – Misi dan profil lengkap dari
calon anggota dewan legislatif tersebut.
PEMBAHASAN
Dewasa ini sedang gencar – gencarnya pembahasan dan
pemberitaan mengenai pemilihan umum (PEMILU) yang akan di adakan pada tanggal 9
April 2014. Semua kandidat saling bersaing satu sama lain dalam mencari simpati
masyarakat demi dapat menduduki kursi jabatan yang diinginkan. Namun di dalam
makalah ini yang akan saya bahas adalah mengenai calon anggota dewan legislatif
(caleg) di daerah sekitar tempat saya tinggal, yakni kota BEKASI.
Ada banyak caleg dari beragam partai di kota BEKASI
ini yang mencalonkan diri, visi – misi dan profesi maupun pendidikan mereka pun
beragam. Namun ada juga dari mereka yang tidak memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai nekat untuk mencalonkan diri menjadi caleg di bulan
april 2014 nanti. Berikut adalah beberapa calon anggota dewan legislatif
(caleg) yang saya ketahui:
1. Sulaiman – Caleg dari Partai Bulan
Bintang (PBB)
Pria
yang akrab di panggil sule ini berprofesi sebagai tukang ojek. Sule yang biasa mangkal di persimpangan
Bekasi Cyber Park (BCP) berharap dapat menang di pemilihan umum (pemilu) 2014
nanti. Sule sendiri mengaku tidak pernah menyangka kalau dirinya akan di
calonkan oleh partainya. Bapak dua anak ini mengaku optimis bisa menang di
dalam persaingan menjadi anggota DPRD di wilayahnya.
“Namanya juga usaha, yang menentukan yang di
atas (Tuhan),” kata Sule di rumahnya yang berukuran 3×6 meter di Jalan
Letnan Arsyad RT 06 RW 12 Nomor 39, Kayuringin, Bekasi Selatan, seperti dikutip
dari Merdeka.com, Jumat (7/2/2014). Lebih lanjut, Sule mengaku sering mendapat
cibiran dari masyarakat di sekitar.
Namun
hal ini tidak membuatnya marah, Sule mengaku menerima cibiran itu dengan ikhlas.
“Banyak yang bilang, belagu amat, tukang
ojek nyaleg. Tapi, saya terima, emang kenyataannya benar (saya tukang ojek),”
kata Sule yang maju menjadi Caleg dari Dapil Kecamatan Mustikajaya,
Bantargebang, dan Rawalumbu.
Sama
seperti Caleg lainnya, Sule pun mempunyai strategi dalam berkampanye. Hanya
dengan modal Rp 200 ribu, ia mencetak ratusan lembar pamflet profil dirinya.
Menurutnya, pamflet tersebut dibagikan kepada para pelanggannya. “Setiap naik ojek, saya beri pamflet dan saya
mengenalkan diri sebagai Caleg,” katanya.
Selain
kepada para pelanggan, pamflet tersebut pun disebar ke setiap sudut tempat.
Strategi Sule itu pun bisa dibilang ampuh. Pasalnya, nama Sule saat ini sudah
mulai dikenal oleh masyarakat sekitar. “Ada
yang bilang, saya ini mewakili orang kecil,” ujarnya. Meskipun dirinya saat
ini hanya merupakan tukang ojek, Sule sebenarnya sempat mengenyam pendidikan di
Unkris Jatiwaringin di Fakultas Hukum. Namun, Sule terpaksa berhenti kuliah
sampai di semester IV karena keterbatasan biaya.
2.
Umar
Dani – Caleg dari partai NASDEM
Umar Dani merupakan salah satu caleg yang turut
meramaikan dalam pemilu April 2014 mendatang. Pria yang lahir 36 tahun silam
ini mengajukan diri untuk menjadi caleg dengan ambisi yang begitu besar.
Profesi sehari – harinya adalah sebagai buruh atau karyawan swasta di sebuah
perusahaan, dan pendidikan terakhirnya Sarjana Ilmu Pemerintahan (S,IP).
Tinggal di kec.Rawa lumbu – kota BEKASI, Umar Dani
mengaku optimis dapat menang dalam pemilu April 2014 mendatang. Sosoknya mulai
di kenal oleh masyarakat sekitar sejak ia di pilih untuk menjabat sebagai ketua
DPC Partai NASDEM pada tahun 2011 lalu.
3. Surojuddin – Caleg dari Partai GOLKAR
Surojuddin merupakan Calon anggota dewan Legislatif
DPRD Kota Bekasi Daerah Pemilihan IV dari kecamatan Pondok gede, Kecamatan
Pondok Melati dan Kecamatan Jatisampurna, Dari partai GOLKAR.
Pria yang akrab di panggil siroj ini bernama asli Drs.
Sirojuddin MA, lahir dan dibesarkan di kampung kemang, Jaticempaka Pondok gede.
Siroj lahir 10 Mei 1969 silam, ia menamatkan
pendidikan di madrasah Ibtidaiyah As-syafi'iyah dan lulus pada tahun 1982,
melanjutkan ke madrasah tsanawiyah (MTs) As-syafi'iyah dan lulus tahun 1985,
setelah lulus melanjutkan ke Madrasah Aliyah (MA) As-syafi'iyah, S1 di IAIN
Syarif hidayatullah Jakarta, dan lulus S2 tahun 2009 dari Universitas Islam
As-syafi'iyah jurusan study Islam Da'wah.
Hingga saat ini Siroj masih aktif sebagai Da'i dan bekerja sebagai dosen
tetap di Universitas Islam As-syafiiyah (UIA) dan sebagai Pengasuh Pesantren
khusus yatim As-syafiiyah.
Pengalaman organisasi yang telah ia jalankan adalah sebagai Ketua DPP
FORKABI, ketua Forum Silaturrahmi Da;i-Da'iyah (FORSIDA) Kota Bekasi dan Wakil
ketua DPD Partai GOLKAR Kota Bekasi
4.
Mulyadi
– Caleg dari Partai PDIP.
Mulai dari jalan raya Bintara Jaya hingga
tembus ke jalan raya Bintara baru, jalan tembus Bintara XIV yang dulu dikenal
dengan nama desa Bojong, kelurahan Bintara, siapa yang tak kenal dengan H.
Mulyadi. Pengurus RW yang asli kelahiran Bekasi dan mempunyai keluarga besar di
wilayah Kota Bekasi, khususnya Bintara dan Bintara Jaya, sudah seperti sosok
selebriti saja bagi masyarakat di sekitar.
Kalau dibilang H. Mulyadi termasuk tokoh yang kondang di bilangan Bintara
khususnya kampung Bojong yang kini lebih dikenal sebagai kampung Bintara 14,
maka tentunya H. Mulyadi yang lebih dikenal dengan sebutan "Pak RW"
ini bisa mendapat dukungan dari banyak warganya.
Pada prinsipnya siapa yang tak kenal dengan pak RW H. Mulyadi jika sudah
berurusan dengan lingkungan RRW 012 di wilayah Bintara 14. Beberapa
pendukungnya bahkan ada yang menjadi pengurus RT, salah satunya yang berhasil
kandidat-kandidat.com temui, menjelaskan bahwa semenjak pertama kali H.
Mulyadi dipercaya menjadi pengurus RW beberapa belas tahun silam, sosoknya
dikenal memang suka membantu warga. Semenjak menjadi Sekretaris RW, hingga menjabat
menjadi Ketua RW.
Bukan hanya mengatasi masalah kepentingan warga atas kebutuhan administrasi
RT, bahkan kadang kebutuhan mendesak seperti berobat mulai dari Puskesmas
hingga penyediaan surat rujukan untuk keringanan berobat di Rumah Sakit Umum,
termasuk melahirkan. Jadi setidaknya, kata ketua RT 09 itu, "Pak RW, Haji
Mulyadi bukan hanya melayani warga, tapi lebih sering menolong dan membantu
banyak warga yang dalam keadaan kesulitan," imbuh pak Yayah, yang sudah
lebih dari 20 tahun menjadi pak RT ini.
·
Pokok
Pembahasan
Itulah beberapa caleg dari daerah kota Bekasi yang
turut meramaikan jalannya pemilu April 2014 mendatang. Meskipun masih terbilang
banyak caleg lainnya yang juga dari daerah kota Bekasi ini, saya tidak bisa
menaruh semuanya secara keseluruhan.
Secara umum kontestan Pemilu adalah partai politik beserta politisi yang
diusungnya dalam pemilu (Caleg). Partai politik dan politisi dipandang sebagai
kontestan utama dan memiliki tanggung jawab utama untuk kensukseskan pemilu.
Sejauh ini upaya partai politik untuk mensukseskan Pemilu masih belum maksimal,
justru partai politik dinilai tidak memikirkan bagaimana Pemilu nanti dapat
berjalan dengan baik.
Partai politik dinilai hanya sibuk mengatur strategi untuk
mendapatkan kekuasaan semata, bukan untuk kesuksesan Pemilu. Ironisnya,
acapkali partai politik melakukan segala acara untuk mendapatkan kekuasaan
termasuk cara-cara yang menyimpang dari asas-asas pemilu.
Asas pemilu tentang ketertiban kampanye, misalnya, seringkali diabaikan
oleh partai politik. Sejatinya partai politik tidak diperbolehkan memasang
spanduk dan baliho yang dapat mengganggu kenyamanan publik. Peraturan Komisi
Pemilahan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2013 melarang partai politik memasang iklan
politik yang dapat merusak keindahan dan kenyamanan ruang publik. Pada
praktiknya baliho dan spanduk partai politik terpasang diberbagai ruang dan
mengganggu kenyamanan publik. Sepanjang jalan raya terdapat gambar partai
beserta politisi yang diusungnya sebagai calon legislatif maupun calon
presiden.
Partai politik juga tidak patuh terhadap asas pemilu tentang transparansi
pengelolaan anggaran kampanye. Beberapa waktu lalu KPU mewajibkan partai
politik untuk melaporkan jumlah anggaran kampanye. Selain peraturan KPU,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
mewajibkan semua badan publik termasuk partai politik untuk transparan dalam
pengelolaan keuangan organisasi.
Pada praktiknya tidak banyak partai politik yang patuh terhadap peraturan
KPU dan UU KIP tersebut. Pada konteks ini, partai politik belum mampu
menunjukkan dirinya sebagai badan publik yang transparan, tanggung jawab, dan
profesional. Kualitas partai politik tersebut semakin diperparah buruknya
kualitas politisi yang diusungnya sebagia calon legislatif/Caleg (calon DPR,
DPRD Propinsi, DPRD Kab/Kota).
Harus diakui, banyak para Caleg diusung partai politik yang tidak memiliki
kemampuan memadai dalam bidang ke-legislatif-an. Jejak Pendapat Kompas 2013
lalu menunjukkan mayoritas para Caleg tidak memahami tugas dan fungsinya ketika
nanti menjadi anggota legislatif.
Ironisnya, jejak pendapat kompas juga menunjukkan motivasi para Caleg ingin
menjadi anggota legislatif adalah untuk mendapatkan kekuasaan sebagai sarana
memperkaya diri, dan mempermudah praktik kolusi dan nepotisme. Dalam pandangan
para Caleg, anggota legislatif memiliki kekuasaan yang besar dalam
mengendalikan roda pemerintahan sehingga nanti mereka dapat membuat kebijakan
yang berbasiskan kepentingan pribadi dan partai politik. Selain motivasi
kekuasaan, mereka juga memiliki motivasi menjadi anggota legislatif untuk
memperbaiki nasib dan status. Motivasi terakhir ini biasanya dimiliki para
Caleg yang selama ini profesinya “serabutan” seperti tukang ojek, tukang
parkir, pedagang kaki lima, dan preman.
Partai politik mengusung para Caleg bukan tanpa dasar dan alasan rasional.
Partai politik mengusung para Caleg atas dasar pertimbangan pragmatis seperti
kemampuan ekonomi dan massa. Partai politik lebih baik mengusung orang berduit
daripada orang yang jujur, berilmu, dan berintegritas. Partai politik lebih
baik mengusung preman yang ditakuti rakyat daripada orang yang religius dan
berilmu namun tidak ditakuti rakyat. Kualitas buruk partai politik dan para
Caleg yang diusungnya akan berimplikasi serius terhadap buruknya kualitas
Pemilu.
Pemilu hanya menjadi sarana bagi partai politik dan politisi untuk
mendapatkan kekuasaan semata. Kondisi demikian menjadikan Pemilu sekadar pesta
demokrasi lima tahunan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak memiliki
kemampuan memadai dalam menjalankan roda pemerintahan terutama membuat dan
menjalankan peraturan perundang-undangan dengan baik dan benar.
Di tengah buruknya kualitas partai dan politisi (Caleg) tersimpan harapan
besar terhadap kualitas politik masyarakat. Diharapkan kuliatas politik
masyarakat mampu melawan kualitas buruk partai dan politisi. Kualitas politik
masyarakat harus mampu menyingkirkan partai dan politisi buruk. Melalui sistem
pemilu suara terbanyak, masyarakat dengan mudah menyingkirkan partai dan
politisi buruk. Karena pada sistem ini sepenuhnya masyarakat menentukan
kemenangan politisi, bukan partai politik.
Masyarakat dapat memberikan kepercayaan penuh kepada politisi-politisi yang
berdedikasi, berintegritas, berilmu, dan berpengalaman dalam menjalankan roda
pemerintahan dengan baik dan benar. Hemat saya saat ini kualitas politik
masyarakat perlu dikaji dan didiskusikan secara kritis. Pasalnya, mengaca pada
praktik politik masyarakat diberbagai pemilihan kepala daerah dan kepala desa
masih menyisakkan banyak persoalan diantaranya menguatnya praktik money politic
di tengah masyarakat. Masyarakat seolah tak berdaya menolak praktik money
politic, justru mendukung dan menguatkan. Berdasarkan survei penulis diberbagai
pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) di Jawa Timur menunjukkan praktik
money politic semakin menguat.
Kontestan Pilkades tidak tanggung-tanggung membeli suara masyarakat dengan
harga mahal yang berkisar antara 100 ribu hingga 200 ribu per suara. Mahalnya
harga suara tersebut membuat pemilik suara tak berdaya untuk menjunjungtinggi
nilai-nilai demokrasi. Para calon kepala desa harus menghabiskan uang banyak
untuk mengikuti dan memenangkan Pilkades. Calon kepala desa harus menghabiskan
uang antara ratusan juta hingga puluan miliar.
Itu-pun tak menjamin mereka untuk menjadi pemenang dalam Pilkades. Besar
kemungkinan di tengah menguatnya prilaku money politic masyarakat
menjadikan Pemilu 2014 nanti tidak mampu melahirkan kepemimpinan bangsa yang
mampu membawa Indonesia menuju yang lebih baik, berdaya saing,
bermartabat, dan berkemajuan. Prilaku money politic hanya menjadikan Pemilu
sebagai sarana melahirkan pemimpin-pemimpin korup dan tak bertangungjawab
perhadap persoalan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar